PERGESERAN
PARADIGMA
Dengan
adanya perubahan desa menjadi kelurahan maka akan menimbulkan perubahan pada
sistem pemerintahannya. Yang diantaranya mengenai perubahan kedudukan
pemerintahannya, kepemimpinan Pemerintahan, laporan pertanggungjawaban
penyelenggraaan pemerintahan. status perangkat daerah bagaimana statusnya
setelah perubahan desa menjadi kelurahan, mengenai Peraturan Desa dengan
berubahnya desa menjadi kelurahan maka kelurahan tidak berwenang lagi membuat
Peraturan Desa. Dengan berubahnya desa menjadi kelurahan maja hak mengatur
wilayahnya sendiri menjadi hilang sehingga program otonomi desa yang selama ini
didengung-dengungkan akan hilang. Berubahnya desa menjadi kelurahan maka
pendapatan asli desa menjadi milik atau dikuasai pemerintah kabupaten. Mengenai
Badan Perwakilan Desa (BPD), sebagai badan yang berfungsi mengontrol Pemerintah
Desa dengan berubahnya desa menjadi kelurahan maka akan menimbulkan konsekuensi
Badan Perwakilan Desa tersebut akan hilang, dengan hilangnya badan pengontrol
pemerintah desa akan mengakibatkan menghilangnya pembelajaran demokrasi yang
sedang dibangun. Biaya operasional pemerintah desa yang biasanya ditanggung
oleh desa itu sendiri, dengan berubahnya desa menjadi kelurahan maka semua
biaya operasional pemerintahan akan ditanggung oleh pemerintah kabupaten atau
kota.
Persepsi masyarakat dengan rencana
perubahan desa menjadi kelurahan akan membebani masyarakat dengan seluruh
kekayaan dan sumber-sumber pendapatan yang menjadi milik desa dengan berubahnya
status desa menjadi kelurahan akan diserahkan dan menjadi milik Pemerintah
Kota. Masyarakat juga menilai dengan perubahan status desa menjadi kelurahan
akan mengganti aparat desa, seorang pemimpin yang selama ini menjabat sebagai
Kepala Desa adalah pemimpin pilihan warga desa dengan perubahan status desa
menjadikan pimpinan mereka belum tentu warga desa setempat. Pengangkatan aparat
desa menjadi PNS justru akan memberhentikan aparat desa yang selama ini sudah
mengabdi.
Masyarakat tidak setuju dengan
perubahan desa menjadi kelurahan dengan menolak perubahan yang terjadi menyusul
perubahan status dari desa menjadi kelurahan dengan menolak perubahan pimpinan
, karena masyarakat tidak ingin dipimpin oleh orang yang bukan berasal dari
desa tersebut. Masyarakat tidak setuju dengan pemberhentian aparat desa yang
tidak memenuhi persyaratan dan menolak perubahan aset dan kekayaan desa untuk
diserahkan dan menjadi milik Pemerintah Kota.
Perubahan status desa menjadi kelurahan
merupakan kebijakan pemerintah untuk lebih dapat memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Pengoptimalisasian pelayanan merupakan salah satu tujuan dari
perubahan status desa menjadi kelurahan, dengan pengangkatan PNS, diharapkan
aparat memiliki kualitas yang baik. Seperti halnya potensi desa yang diambil
olih oleh pemerintah kota, hal ini dilakukan karena dengan diolah oleh
pemerintah kota potensi ini dapat lebih dioptimalkan lebih baik. Masyarakat
diharapkan untuk dapat lebih terbuka dengan perubahan-perubahan yang diharapkan
dapat lebih meningkatkan kualitas aparat, sehingga tujuan yang ingin dicapai
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan potensi dan
kekayaan untuk lebih berhasil dan berdaya guna. Masyarakat diharapkan untuk
dapat memberikan legitimasinya kepada pemerintah baik Pemerintah Kota maupun
Pemerintah Desa.
Masalah
pelayanan publik yang menggejala dan terjadi di Indonesia adalah masalah krisis
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sebagai birokrasi publik. Gejala ini
mulai nampak sejak jatuhnya pemerintahan orde baru, yang kemudian diikuti
dengan semakin rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi publik.
Krisis kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi publik ini ditandai dengan
mengalirnya protes dan demonstrasi yang dilakukan oleh berbagai komponen
masyarakat terhadap birokrasi publik, baik di tingkat pusat ataupun daerah.
Pendudukan kantor-kantor pemerintah, rumah dinas bupati dan kepala desa, dan
perusakan berbagai fasilitas publik menjadi fenomena yang sering ditemui di
berbagai daerah. Ini menunjukkan betapa besarnya akumulasi kekecewaan
masyarakat terhadap birokrasi publik. Karenanya, ketika pintu protes itu
terbuka, maka mengalirlah semua bentuk keluhan, kecaman, bahkan hujatan
terhadap birokrasi publik. Krisis kepercayaan terhadap birokrasi publik tersebut
bisa dipahami mengingat birokrasi publik pada masa itu menjadi instrumen yang
efektif bagi penguasa orde baru untuk mempertahankan kekuasaannya. Birokrasi
publik, baik sipil maupun militer, dalam rezim orde baru telah menempatkan
dirinya lebih sebagai alat penguasa daripada pelayan masyarakatnya. Kepentingan
penguasa cenderung menjadi sentral dari kehidupan dan perilaku birokrasi
publik. Hal ini juga tercermin dalam proses kebijakan publik yang lebih
mementingkan kepentingan penguasa dan seringkali menggusur kepentingan
masyarakat banyak manakala keduanya tidak berjalan bersama-sama. Kesempatan dan
ruang yang dimiliki oleh masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses kebijakan
publik juga amat terbatas. Akibatnya banyak kebijakan publik dan program-program
pemerintah yang tidak responsif dan mengalami kegagalan karena tidak memperoleh
dukungan dari masyarakat.
b.
Permasalahan
Pada masa
sekarang ini, konsep transparansi dalam rangka reformasi birokrasi publik
sedang digalakkan oleh pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Hal ini
ditandai dengan keterbukaan dalam proses pemerintahan seluas-luasnya dengan
membuka kran informasi kepada masyarakat serta memberikan kemudahan akses
masyarakat kepada pemerintah. Akan tetapi penyelenggaraan pelayanan publik
belum terlalu diperhatikan, misalnya akses terhadap pelayanan dan kualitas
pelayanan publik sering berbeda tergantung pada kedekatannya dengan elite
birokrasi dan politik. Hal seperti ini sering mengusik rasa keadilan dalam
masyarakat yang merasa diperlakukan secara tidak wajar oleh birokrasi publik.
Sejalan
dengan hal tersebut di atas, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dalam rangka
mereformasi birokrasi, sedang berusaha menekan meluasnya praktik-praktik KKN
(kolusi, korupsi, dan nepotisme) dalam kehidupan birokrasi publik. Selama ini
KKN telah mencoreng image masyarakat terhadap birokrasi publik. KKN tidak hanya
telah membuat pelayanan birokrasi menjadi amat sulit dinikmati secara wajar
oleh masyarakatnya, tetapi juga membuat masyarakat harus membayar lebih mahal
terhadap pelayanan yang diselenggarakan oleh swasta. Contohnya adalah
masyarakat harus membayar mahal terhadap pelayanan publik, seperti urusan KTP,
SIM, paspor, dan berbagai perijinan. Masyarakat juga harus membayar mahal
ketika masyarakat mengkonsumsi barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor
swasta, seperti jalan tol, semen, transportasi, dan komoditas lainnya. Hal
senada disampaikan bahwa KKN diyakini oleh publik menjadi sumber dari
bureaucratic costs dan distorsi dalam mekanisme pasar seperti praktik monopoli
dan oligopoli yang amat merugikan kepentingan publik.
Rendahnya
kemampuan birokrasi merespon krisis ekonomi memperparah krisis kepercayaan
terhadap birokrasi publik. Dinamika ekonomi dan politik yang amat tinggi,
sebagai akibat dari krisis tersebut, ternyata tidak dapat direspon dengan baik
oleh birokrasi publik sehingga membuat kehidupan masyarakat menjadi semakin
sulit dan tidak pasti. Inisiatif dan kreativitas birokrasi dalam merespons
krisis dan dampaknya sama sekali tidak memadai.Masyarakat yang mengharapkan
birokrasi publik dapat memberi respon yang tepat dan cepat terhadap krisis yang
terjadi menjadi amat kecewa karena ternyata tindakan birokrasi cenderung
reaktif dan tidak efektif. Berbagai persoalan yang terjadi di pusat dan di
daerah tidak dapat diselesaikan dengan baik, bahkan cenderung dibiarkan
sehinggga masyarakat menjadi semakin tidak percaya terhadap kemampuan birokrasi
dalam menyelesaikan krisis ini.
Kemampuan
dari suatu sistem pelayanan publik dalam merespons dinamika yang terjadi dalam
masyarakatnya secara tepat dan efisien akan sangat ditentukan oleh bagaimana
misi dari birokrasi dipahami dan dijadikan sebagai basis dan kriteria dalam
pengambilan kebijakan oleh birokrasi itu.Birokrasi publik di Indonesia
seringkali tidak memiliki misi yang jelas sehingga fungsi-fungsi dan aktivitas
yang dilakukan oleh birokrasi itu cenderung semakin meluas, bahkan kemudian
menjadi semakin jauh dari tujuan yang dimiliki ketika membentuk birokrasi itu.
Sejalan
dengan maksud di atas, pemerintah Kabupateb Bengkayang sebagai daerah yang
ingin terus membangun dan meningkatkan manajemen pemerintahannya terutama yang
ditujukan pada birokrasi publik, telah merumuskan Misi dan Tujuannya, yaitu:
“Mewujudkan kemampuan dan kehandalan manajemen pemerintahan dalam rangka
meningkatkan pelayanan masyarakat yang lebih efektif dan efisien”. Tentu saja
untuk mendukung terciptanya misi dan tujuan tersebut perlu adanya upaya dari
pemerintah Kabupaten Bengkayang terutama ditujukan kepada peningkatan kualitas
pelayan publik seluas-luasnya kepada masyarakat.
Peningkatan
kualitas pelayanan ini antara lain dilakukan dengan melakukan perubahan status
desa menjadi kelurahan sesuai dengan tuntutan Pasal 126 ayat (2) UU No. 22 Th.
1999 jo. UU No. 32 Th. 2004. Berdasarkan ketentuan tersebut maka desa-desa yang
ada di wilayah kota dan kota administratif berdasarkan UU No. 5 Th. 1974
ditetapkan sebagai kelurahan. Hal ini berarti bahwa di daerah kota tidak ada
lagi desa, yang ada hanya kelurahan. Dengan demikian desa-desa yang berada di
daerah kota harus diubah statusnya menjadi kelurahan.
Menurut
Pasal 1 huruf a UU No. 5 Tahun 1979 desa adalah suatu wilayah yang ditempati
oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah
langsung dibawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri
dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia; sedangkan menurut Pasal 1
huruf b kelurahan adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk
yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat, yang
tidak berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri.
Perubahan
ini merupakan bentuk dari peningkatan status yang diharapkan akan mampu
meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat perkotaan. Dengan ditetapkan
status Desa menjadi Kelurahan kewenangan Desa sebagai suatu kesatuan masyarakat
hukum yang berhak mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat berubah menjadi wilayah kerja
Lurah sebagai Perangkat Daerah Kabupaten di bawah Kecamatan
Dilihat dari
latar belakang diubahnya bentuk pemerintahan desa menjadi kelurahan bukan
disebabkan karena adanya kebutuhan, tetapi karena tuntutan perundang-undangan (Conditio
Sine Qua Non/syarat mutlak sesuai dengan tuntutan perundang-undangan), maka mau
tidak mau, siap tidak siap, semua pemerintahan desa yang berada di wilayah kota
harus berubah menjadi kelurahan.Menindaklanjuti isi dari pasal tersebut, telah
ditetapkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 65 Tahun 1999 tentang Pedoman
Umum mengenai Pembentukan Kelurahan. Kepmendagri tersebut merupakan pedoman
bagi daerah kabupaten dan kota serta DPRD dalam menetapkan peraturan daerah
kabupaten dan kota mengenai pembentukan kelurahan. Pembentukan kelurahan
diartikan sebagai pembentukan kelurahan baru sebagai akibat pemecahan,
penggabungan dan atau perubahan status desa menjadi kelurahan.
Perubahan
status desa menjadi kelurahan sebagaimana ditegaskan dalam Kepmendagri No. 65
Tahun 1999, adalah merupakan kebijakan atau upaya yang ditempuh pemerintah
dalam rangka membentuk kelurahan baru dengan tujuan tercapainya efektivitas dan
efisiensi pelayanan kepada masyarakat.
Sebagaimana
dipahami bahwa esensi pemerintahan adalah pelayanan kepada masyarakat oleh
karena itu pemerintah tidak diadakan untuk dirinya sendiri tetapi untuk
melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota
masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama.Pemerintah
sebagai pelayan masyarakat (public service) sudah seharusnya memberikan
pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Pelayanan yang berkualitas selain
bermanfaat bagi masyarakat juga bermanfaat terhadap citra aparat pemerintah itu
sendiri. Dalam info PAN (1990: 35) dikatakan bahwa:
Kualitas
pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat merupakan tingkat efisiensi,
efektivitas dan produktivitas dari sistem kemampuan kelembagaan, kepegawaian
dan ketatalaksanaan dalam mendorong, menumbuhkan serta memberikan pengayoman
terhadap prakarsa dan pemenuhan kebutuhan pelaksanaan hak dan kewajiban
masyarakat.
Mengenai
kualitas aparatur pemerintahan daerah yang handal dan berbobot, J. Kristiadi
sebagaimana dikutip oleh Sarundajang memberikan tolak ukur penilaiannya dengan
cara memberikan ciri-ciri di dalam melakukan tugas-tugasnya sebagai aparatur
pemerintah, yaitu:
- Tanggung gugat, yaitu berkenaan dengan meningkatnya kesadaran tentang keinginan dari aparatur negara untuk memberikan pertanggungjawaban (accountability), dan kewenangan memegang tanggung gugat. Dalam hal ini aparatur pemerintahan harus bertindak, tetapi dalam cara bertindak disebut harus dapat mempertanggungjawabkan kewenangannya.
- Transparan (keterbukaan), yaitu bertalian dengan keinginan menyelenggarakan administrasi negara yang terbuka dan mudah dijabarkan yang berlandaskan susunan konstitusional dan keabsahannya.
- Efisien dan efektif, yaitu berhubungan dengan kemampuan yang tinggi untuk mengoptimalkan kemanfaatan segala sumber daya dan dana yang tersedia dalam rangka pelaksanaan tugas pelayanan.
c. Butuh Dukungan Masyarakat Dalam Perubahan Status Desa
Rencana perubahan status sejumlah desa menjadi kelurahan bertujuan meningkatkan desa mempercepat pelayanan terhadap
masyarakat. Mensukseskan program tersebut, diharapkan masyarakat memberikan
dukungan.
Peningkatan dan percepatan pelayanan guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terus dilakukan pemerintah. Seperti
pemekaran desa yang sudah rampung dilaksanakan pada tahun 2010 lalu. Setelah pemekaran
desa, pemerintah akan melakukan perubahan status sejumlah desa menjadi
kelurahan.
Seperti disampaikan Kepala Bagian Organisasi
Setdakab Lombok Timur, Haji Syamsudin pada sosialisasi perubahan status desa
Labuhan Haji menjadi kelurahan. Ia menjelaskan perubahan status desa ini,
bertujuan meningkatkan dan mempercepat pelayanan terhadap masyarakat.
Pemerataan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, juga bagian
dari tujuan perubahan status desa menjadi kelurahan.
Syamsudin menambahkan. perubahan status desa
menjadi kelurahan ini merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah, RPJMD Kabupaten Lombok Timur. Perubahan status diutamakan bagi desa
yang ada pada kecamatan yang berdekatan denagan kota kabupaten. Diantaranya Kecamatan
Labuhan Haji, Sukamulia dan Kecamatan Suralaga. Rencananya untuk Kecamatan
Sukamulia dan Suralaga akan dilakukan perubahan status, minimal satu desa dalam
satu kecamatan.Hal ini untuk menunjang program pemerintah kedepan untuk
memekarkan wilayah Kabupaten lombok Timur menjadi Kota Selong. Selain itu,
jumlah penduduk Kabupaten Lombok Timur, serta potensi yang ada, baik dari sisi
Sumber Daya Alam, SDA dan Sumber Daya Manusia, SDM sudah mencukupi untuk
dimekarkan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
73 tahun 2005 tentang Kelurahan,pembentukan kelurahan harus sekurang-kurangnya
memenuhi syarat;
1) Jumlah penduduk
2) Luas wilayah
3) Bagian wilayah kerja
4) Sarana dan prasarana pemerintahan
Apabila syarat-syarat diatas
terpenuhi maka sebuah desa dapat menjadi kelurahan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.Tentu saja tingkat kedudukannya harus berada
ditingkat kecamatan.