Kamis, 07 Maret 2013

Perubahan Status Perdesaan Menjadi Kelurahan


PERGESERAN PARADIGMA
Dengan adanya perubahan desa menjadi kelurahan maka akan menimbulkan perubahan pada sistem pemerintahannya. Yang diantaranya mengenai perubahan kedudukan pemerintahannya, kepemimpinan Pemerintahan, laporan pertanggungjawaban penyelenggraaan pemerintahan. status perangkat daerah bagaimana statusnya setelah perubahan desa menjadi kelurahan, mengenai Peraturan Desa dengan berubahnya desa menjadi kelurahan maka kelurahan tidak berwenang lagi membuat Peraturan Desa. Dengan berubahnya desa menjadi kelurahan maja hak mengatur wilayahnya sendiri menjadi hilang sehingga program otonomi desa yang selama ini didengung-dengungkan akan hilang. Berubahnya desa menjadi kelurahan maka pendapatan asli desa menjadi milik atau dikuasai pemerintah kabupaten. Mengenai Badan Perwakilan Desa (BPD), sebagai badan yang berfungsi mengontrol Pemerintah Desa dengan berubahnya desa menjadi kelurahan maka akan menimbulkan konsekuensi Badan Perwakilan Desa tersebut akan hilang, dengan hilangnya badan pengontrol pemerintah desa akan mengakibatkan menghilangnya pembelajaran demokrasi yang sedang dibangun. Biaya operasional pemerintah desa yang biasanya ditanggung oleh desa itu sendiri, dengan berubahnya desa menjadi kelurahan maka semua biaya operasional pemerintahan akan ditanggung oleh pemerintah kabupaten atau kota.
Persepsi masyarakat dengan rencana perubahan desa menjadi kelurahan akan membebani masyarakat dengan seluruh kekayaan dan sumber-sumber pendapatan yang menjadi milik desa dengan berubahnya status desa menjadi kelurahan akan diserahkan dan menjadi milik Pemerintah Kota. Masyarakat juga menilai dengan perubahan status desa menjadi kelurahan akan mengganti aparat desa, seorang pemimpin yang selama ini menjabat sebagai Kepala Desa adalah pemimpin pilihan warga desa dengan perubahan status desa menjadikan pimpinan mereka belum tentu warga desa setempat. Pengangkatan aparat desa menjadi PNS justru akan memberhentikan aparat desa yang selama ini sudah mengabdi.
Masyarakat tidak setuju dengan perubahan desa menjadi kelurahan dengan menolak perubahan yang terjadi menyusul perubahan status dari desa menjadi kelurahan dengan menolak perubahan pimpinan , karena masyarakat tidak ingin dipimpin oleh orang yang bukan berasal dari desa tersebut. Masyarakat tidak setuju dengan pemberhentian aparat desa yang tidak memenuhi persyaratan dan menolak perubahan aset dan kekayaan desa untuk diserahkan dan menjadi milik Pemerintah Kota.
Perubahan status desa menjadi kelurahan merupakan kebijakan pemerintah untuk lebih dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pengoptimalisasian pelayanan merupakan salah satu tujuan dari perubahan status desa menjadi kelurahan, dengan pengangkatan PNS, diharapkan aparat memiliki kualitas yang baik. Seperti halnya potensi desa yang diambil olih oleh pemerintah kota, hal ini dilakukan karena dengan diolah oleh pemerintah kota potensi ini dapat lebih dioptimalkan lebih baik. Masyarakat diharapkan untuk dapat lebih terbuka dengan perubahan-perubahan yang diharapkan dapat lebih meningkatkan kualitas aparat, sehingga tujuan yang ingin dicapai untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan potensi dan kekayaan untuk lebih berhasil dan berdaya guna. Masyarakat diharapkan untuk dapat memberikan legitimasinya kepada pemerintah baik Pemerintah Kota maupun Pemerintah Desa.


Masalah pelayanan publik yang menggejala dan terjadi di Indonesia adalah masalah krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sebagai birokrasi publik. Gejala ini mulai nampak sejak jatuhnya pemerintahan orde baru, yang kemudian diikuti dengan semakin rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi publik. Krisis kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi publik ini ditandai dengan mengalirnya protes dan demonstrasi yang dilakukan oleh berbagai komponen masyarakat terhadap birokrasi publik, baik di tingkat pusat ataupun daerah. Pendudukan kantor-kantor pemerintah, rumah dinas bupati dan kepala desa, dan perusakan berbagai fasilitas publik menjadi fenomena yang sering ditemui di berbagai daerah. Ini menunjukkan betapa besarnya akumulasi kekecewaan masyarakat terhadap birokrasi publik. Karenanya, ketika pintu protes itu terbuka, maka mengalirlah semua bentuk keluhan, kecaman, bahkan hujatan terhadap birokrasi publik. Krisis kepercayaan terhadap birokrasi publik tersebut bisa dipahami mengingat birokrasi publik pada masa itu menjadi instrumen yang efektif bagi penguasa orde baru untuk mempertahankan kekuasaannya. Birokrasi publik, baik sipil maupun militer, dalam rezim orde baru telah menempatkan dirinya lebih sebagai alat penguasa daripada pelayan masyarakatnya. Kepentingan penguasa cenderung menjadi sentral dari kehidupan dan perilaku birokrasi publik. Hal ini juga tercermin dalam proses kebijakan publik yang lebih mementingkan kepentingan penguasa dan seringkali menggusur kepentingan masyarakat banyak manakala keduanya tidak berjalan bersama-sama. Kesempatan dan ruang yang dimiliki oleh masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses kebijakan publik juga amat terbatas. Akibatnya banyak kebijakan publik dan program-program pemerintah yang tidak responsif dan mengalami kegagalan karena tidak memperoleh dukungan dari masyarakat.
b.   Permasalahan
Pada masa sekarang ini, konsep transparansi dalam rangka reformasi birokrasi publik sedang digalakkan oleh pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Hal ini ditandai dengan keterbukaan dalam proses pemerintahan seluas-luasnya dengan membuka kran informasi kepada masyarakat serta memberikan kemudahan akses masyarakat kepada pemerintah. Akan tetapi penyelenggaraan pelayanan publik belum terlalu diperhatikan, misalnya akses terhadap pelayanan dan kualitas pelayanan publik sering berbeda tergantung pada kedekatannya dengan elite birokrasi dan politik. Hal seperti ini sering mengusik rasa keadilan dalam masyarakat yang merasa diperlakukan secara tidak wajar oleh birokrasi publik.
Sejalan dengan hal tersebut di atas, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dalam rangka mereformasi birokrasi, sedang berusaha menekan meluasnya praktik-praktik KKN (kolusi, korupsi, dan nepotisme) dalam kehidupan birokrasi publik. Selama ini KKN telah mencoreng image masyarakat terhadap birokrasi publik. KKN tidak hanya telah membuat pelayanan birokrasi menjadi amat sulit dinikmati secara wajar oleh masyarakatnya, tetapi juga membuat masyarakat harus membayar lebih mahal terhadap pelayanan yang diselenggarakan oleh swasta. Contohnya adalah masyarakat harus membayar mahal terhadap pelayanan publik, seperti urusan KTP, SIM, paspor, dan berbagai perijinan. Masyarakat juga harus membayar mahal ketika masyarakat mengkonsumsi barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor swasta, seperti jalan tol, semen, transportasi, dan komoditas lainnya. Hal senada disampaikan bahwa KKN diyakini oleh publik menjadi sumber dari bureaucratic costs dan distorsi dalam mekanisme pasar seperti praktik monopoli dan oligopoli yang amat merugikan kepentingan publik.
Rendahnya kemampuan birokrasi merespon krisis ekonomi memperparah krisis kepercayaan terhadap birokrasi publik. Dinamika ekonomi dan politik yang amat tinggi, sebagai akibat dari krisis tersebut, ternyata tidak dapat direspon dengan baik oleh birokrasi publik sehingga membuat kehidupan masyarakat menjadi semakin sulit dan tidak pasti. Inisiatif dan kreativitas birokrasi dalam merespons krisis dan dampaknya sama sekali tidak memadai.Masyarakat yang mengharapkan birokrasi publik dapat memberi respon yang tepat dan cepat terhadap krisis yang terjadi menjadi amat kecewa karena ternyata tindakan birokrasi cenderung reaktif dan tidak efektif. Berbagai persoalan yang terjadi di pusat dan di daerah tidak dapat diselesaikan dengan baik, bahkan cenderung dibiarkan sehinggga masyarakat menjadi semakin tidak percaya terhadap kemampuan birokrasi dalam menyelesaikan krisis ini.
Kemampuan dari suatu sistem pelayanan publik dalam merespons dinamika yang terjadi dalam masyarakatnya secara tepat dan efisien akan sangat ditentukan oleh bagaimana misi dari birokrasi dipahami dan dijadikan sebagai basis dan kriteria dalam pengambilan kebijakan oleh birokrasi itu.Birokrasi publik di Indonesia seringkali tidak memiliki misi yang jelas sehingga fungsi-fungsi dan aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi itu cenderung semakin meluas, bahkan kemudian menjadi semakin jauh dari tujuan yang dimiliki ketika membentuk birokrasi itu.
Sejalan dengan maksud di atas, pemerintah Kabupateb Bengkayang sebagai daerah yang ingin terus membangun dan meningkatkan manajemen pemerintahannya terutama yang ditujukan pada birokrasi publik, telah merumuskan Misi dan Tujuannya, yaitu: “Mewujudkan kemampuan dan kehandalan manajemen pemerintahan dalam rangka meningkatkan pelayanan masyarakat yang lebih efektif dan efisien”. Tentu saja untuk mendukung terciptanya misi dan tujuan tersebut perlu adanya upaya dari pemerintah Kabupaten Bengkayang terutama ditujukan kepada peningkatan kualitas pelayan publik seluas-luasnya kepada masyarakat.
Peningkatan kualitas pelayanan ini antara lain dilakukan dengan melakukan perubahan status desa menjadi kelurahan sesuai dengan tuntutan Pasal 126 ayat (2) UU No. 22 Th. 1999 jo. UU No. 32 Th. 2004. Berdasarkan ketentuan tersebut maka desa-desa yang ada di wilayah kota dan kota administratif berdasarkan UU No. 5 Th. 1974 ditetapkan sebagai kelurahan. Hal ini berarti bahwa di daerah kota tidak ada lagi desa, yang ada hanya kelurahan. Dengan demikian desa-desa yang berada di daerah kota harus diubah statusnya menjadi kelurahan.
Menurut Pasal 1 huruf a UU No. 5 Tahun 1979 desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia; sedangkan menurut Pasal 1 huruf b kelurahan adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat, yang tidak berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri.
Perubahan ini merupakan bentuk dari peningkatan status yang diharapkan akan mampu meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat perkotaan. Dengan ditetapkan status Desa menjadi Kelurahan kewenangan Desa sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang berhak mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat berubah menjadi wilayah kerja Lurah sebagai Perangkat Daerah Kabupaten di bawah Kecamatan
Dilihat dari latar belakang diubahnya bentuk pemerintahan desa menjadi kelurahan bukan disebabkan karena adanya kebutuhan, tetapi karena tuntutan perundang-undangan (Conditio Sine Qua Non/syarat mutlak sesuai dengan tuntutan perundang-undangan), maka mau tidak mau, siap tidak siap, semua pemerintahan desa yang berada di wilayah kota harus berubah menjadi kelurahan.Menindaklanjuti isi dari pasal tersebut, telah ditetapkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 65 Tahun 1999 tentang Pedoman Umum mengenai Pembentukan Kelurahan. Kepmendagri tersebut merupakan pedoman bagi daerah kabupaten dan kota serta DPRD dalam menetapkan peraturan daerah kabupaten dan kota mengenai pembentukan kelurahan. Pembentukan kelurahan diartikan sebagai pembentukan kelurahan baru sebagai akibat pemecahan, penggabungan dan atau perubahan status desa menjadi kelurahan.
Perubahan status desa menjadi kelurahan sebagaimana ditegaskan dalam Kepmendagri No. 65 Tahun 1999, adalah merupakan kebijakan atau upaya yang ditempuh pemerintah dalam rangka membentuk kelurahan baru dengan tujuan tercapainya efektivitas dan efisiensi pelayanan kepada masyarakat.
Sebagaimana dipahami bahwa esensi pemerintahan adalah pelayanan kepada masyarakat oleh karena itu pemerintah tidak diadakan untuk dirinya sendiri tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama.Pemerintah sebagai pelayan masyarakat (public service) sudah seharusnya memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Pelayanan yang berkualitas selain bermanfaat bagi masyarakat juga bermanfaat terhadap citra aparat pemerintah itu sendiri. Dalam info PAN (1990: 35) dikatakan bahwa:
Kualitas pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat merupakan tingkat efisiensi, efektivitas dan produktivitas dari sistem kemampuan kelembagaan, kepegawaian dan ketatalaksanaan dalam mendorong, menumbuhkan serta memberikan pengayoman terhadap prakarsa dan pemenuhan kebutuhan pelaksanaan hak dan kewajiban masyarakat.

Mengenai kualitas aparatur pemerintahan daerah yang handal dan berbobot, J. Kristiadi sebagaimana dikutip oleh Sarundajang memberikan tolak ukur penilaiannya dengan cara memberikan ciri-ciri di dalam melakukan tugas-tugasnya sebagai aparatur pemerintah, yaitu:
  1. Tanggung gugat, yaitu berkenaan dengan meningkatnya kesadaran tentang keinginan dari aparatur negara untuk memberikan pertanggungjawaban (accountability), dan kewenangan memegang tanggung gugat. Dalam hal ini aparatur pemerintahan harus bertindak, tetapi dalam cara bertindak disebut harus dapat mempertanggungjawabkan kewenangannya.
  2. Transparan (keterbukaan), yaitu bertalian dengan keinginan menyelenggarakan administrasi negara yang terbuka dan mudah dijabarkan yang berlandaskan susunan konstitusional dan keabsahannya.
  3. Efisien dan efektif, yaitu berhubungan dengan kemampuan yang tinggi untuk mengoptimalkan kemanfaatan segala sumber daya dan dana yang tersedia dalam rangka pelaksanaan tugas pelayanan.
c. Butuh Dukungan Masyarakat Dalam Perubahan Status Desa
Rencana perubahan status sejumlah desa menjadi kelurahan bertujuan meningkatkan desa mempercepat pelayanan terhadap masyarakat. Mensukseskan program tersebut, diharapkan masyarakat memberikan dukungan.
Peningkatan dan percepatan pelayanan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terus dilakukan pemerintah. Seperti pemekaran desa yang sudah rampung dilaksanakan pada tahun 2010 lalu. Setelah pemekaran desa, pemerintah akan melakukan perubahan status sejumlah desa menjadi kelurahan.
Seperti disampaikan Kepala Bagian Organisasi Setdakab Lombok Timur, Haji Syamsudin pada sosialisasi perubahan status desa Labuhan Haji menjadi kelurahan. Ia menjelaskan perubahan status desa ini, bertujuan meningkatkan dan mempercepat pelayanan terhadap masyarakat. Pemerataan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, juga bagian dari tujuan perubahan status desa menjadi kelurahan.
Syamsudin menambahkan. perubahan status desa menjadi kelurahan ini merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, RPJMD Kabupaten Lombok Timur. Perubahan status diutamakan bagi desa yang ada pada kecamatan yang berdekatan denagan kota kabupaten. Diantaranya Kecamatan Labuhan Haji, Sukamulia dan Kecamatan Suralaga. Rencananya untuk Kecamatan Sukamulia dan Suralaga akan dilakukan perubahan status, minimal satu desa dalam satu kecamatan.Hal ini untuk menunjang program pemerintah kedepan untuk memekarkan wilayah Kabupaten lombok Timur menjadi Kota Selong. Selain itu, jumlah penduduk Kabupaten Lombok Timur, serta potensi yang ada, baik dari sisi Sumber Daya Alam, SDA dan Sumber Daya Manusia, SDM sudah mencukupi untuk dimekarkan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 2005 tentang Kelurahan,pembentukan kelurahan harus sekurang-kurangnya memenuhi syarat;
1)   Jumlah penduduk
2)   Luas wilayah
3)   Bagian wilayah kerja
4)   Sarana dan prasarana pemerintahan
Apabila syarat-syarat diatas terpenuhi maka sebuah desa dapat menjadi kelurahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Tentu saja tingkat kedudukannya harus berada ditingkat kecamatan.

Rabu, 06 Maret 2013

HUT LOMBOK BARAT

  SELAMAT ULANGTAHUN LOMBOK BARAT KE 55  "BERSAMA,KITA MEMBANGUN LOMBOK BARAT"